Minggu, Mei 19, 2024
Beranda Rubrik Opini Dakwah Wasathiyah Peredam Paham Khilafah

Dakwah Wasathiyah Peredam Paham Khilafah

Oleh : Mahfud

            Satu faktor penting dalam merawat persatuan bangsa adalah dengan mengedepankan prinsip keberagamaan Islam moderat atau wasathiyah. Yakni keberagamaan yang seimbang, tak berlebihan, dan bisa mengakui dan menghormati perbedaan. Kemampuan bertoleransi inilah yang bisa menjaga tali persaudaraan antar berbagai elemen dalam tubuh bangsa Indonesia. Faktor yang tak dimiliki para pejuang khilafah, sebab mereka tak mampu berdialog dan terbuka pada perbedaan.     

            Keberagamaan yang moderat harus dibangun lewat dakwah-dakwah yang moderat juga. Dalam arti, baik materi, metode, maupun cara penyampaian ajaran-ajaran agama mestilah memperhatikan prinsip-prinsip moderasi. Akan tetapi, harus diakui bahwa saat ini tidak semua pendakwah seperti itu. Ada sebagian pendakwah yang gemar menyebarkan kebencian dan permusuhan kepada orang atau kelompok lain. Alih-alih menciptakan kedamaian umat, mereka justru menciptakan kegaduhan dengan memprovokasi orang untuk curiga dan membenci orang, kelompok, atau umat agama lain.

            Dakwah adalah aktivitas penting yang memengaruhi keberagamaan umat. Ciri, karakter, dan model dakwah akan membentuk karakter keberagaman di masyarakat. Dakwah yang kental dengan tuduhan, cenderung menajamkan perbedaan, dan menguatkan kebencian serta permusuhan, sangat mungkin membentuk corak keberagamaan masyarakat yang keras, bahkan intoleran dan radikal.

            Melihat persoalan tersebut, sangat penting saat ini untuk menggencarkan dakwah wasathiyah. Dakwah wasathiyah adalah jalan dakwah berprinsip moderasi, baik dalam pemikiran, sikap, maupun tindakan. Dakwah washatiyah menjadi jalan untuk bisa membangun umat yang mencerminkan karakter ajaran Islam sebagai pembawa rahmat bagi seluruh alam (rahmatan lil alamin).

            Ciri-ciri wasathiyah 

            Lantas, bagaimana ciri-ciri atau karakter bersikap moderat atau Islam wasathiyah? Berdasarkan buku Moderasi Islam (2013), setidaknya ada enam ciri-ciri bersikap moderat dalam berislam. 

            Pertama, memahami realitas. Ajaran Islam berisikan ketentuan-ketentuan yang tsawabit (tetap) dan hal-hal yang dimungkinkan berubah sesuai perkembangan zaman. Hal-hal yang tetap adalah prinsip-prinsip akidah, ibadah, muamalah, dan akhlak. Sedangkan yang lainnya bersifat mutaghayyirat atau fleksibel, bisa dipahami sesuai perkembangan zaman. Hal ini mesti dipahami pendakwah, sehingga mampu menimbang secara bijak segala sesuatu sesuai kondisi atau perkembangan zaman.

            Kedua, memahami fiqih prioritas. Umat Islam harus mampu memahami mana-mana saja ajaran Islam yang wajib, sunnah, mubah, makruh, dan haram. Juga mana yang fardlu ‘ain (kewajiban individual) dan mana yang fardlu kifayah (kewajiban komunal). Di samping itu, ada ajaran Islam yang bersifat dasar atau pokok (ushul) dan ada yang cabang (furu). Seorang pendakwah moderat memahami tingkatan-tingkatan dan berbagai klasifikasi tersebut, sehingga tidak keliru, misalnya malah mendahulukan hal yang bersifat sunnah dan menepikan hal-hal yang bersifat wajib.

            Ketiga, memberikan kemudahan kepada orang lain dalam beragama. Sebagaimana dicontohkan Nabi Muhammad. Saw, mendakwahkan agama adalah dengan memberi kemudahan. Misalnya, pada saat mengutus Muadz bin Jabal dan Abu Musa al-Asy’ari ke Yaman untuk berdakwah, Nabi Muhammad Saw. berpesan agar mereka memberikan kemudahan dan tidak mempersulit masyarakat. Hal ini tentu berbeda dengan ciri-ciri “dakwah” kelompok pengusung khilafah, yang sering menampilkan wajah agama sebagai sesuatu yang berat, sulit, dan menakutkan.  

            Keempat, memahami teks keagamaan secara komprehensif. Teks keagamaan satu dengan yang lainnya sering saling terkait.  Pendakwah mesti paham jalinan hubungan antar teks secara komprehensif dan mendalam, sehingga tak memberikan arahan kepada umat hanya berdasarkan satu ayat atau potongan-potongan ayat tertentu. Misalnya, kelompok pengusung khilafah yang sering memaknai teks-teks tentang jihad sekadar sebagai perang saja. Sedangkan kita tahu, makna jihad bisa beragam bergantung kondisi atau konteksnya.  

            Kelima, memiliki sikap toleran. Prinsip wasathiyah adalah bersikap terbuka dan bisa menghargai perbedaan. Sebab perbedaan itu keniscayaan. Allah Swt. tidak menghendaki semua manusia satu pandangan. Prinsip saling menghormati ini juga dijunjung tinggi para ulama terdahulu. Meski sama-sama memiliki ilmu keagamaan tinggi, para ulama tidak saling menyalahkan ulama lain yang berpandangan berbeda.

            Imam Syafi’i pernah berkata: “Kalau pendapatku benar tapi mungkin juga salah. Pendapat orang lain salah tapi mungkin juga benar.” Oleh karena itu, dalam berdakwah, tidak dibenarkan memaksakan pandangan kepada orang atau kelompok yang berbeda pandangan, baik dalam satu agama maupun dengan umat agama lain.   

            Keenam, memahami sunnatullah dalam penciptaan. Pendakwah mesti memahami bahwa ajaran Islam itu diturunkan secara bertahap. Sejarah perjalanan dakwah Nabi Muhammad Saw. awalnya sembunyi-sembunyi, kepada orang-orang terdekat, baru kemudian terang-terangan kepada masyarakat luas. Dari dakwah Islam di Makkah yang menekankan sisi keimanan atau tauhid, kemudian secara bertahap turun ketentuan-ketentuan syariat. Hal ini mesti dipahami pendakwah, sehingga tak mudah menghakimi orang. Sebab setiap individu memiliki kadar dan tahap pengalaman keagamaan yang berbeda satu sama lain.

            Ciri-ciri pandangan Islam wasathiyah atau moderat tersebut penting dipahami dan diimplementasikan para pendakwah. Jika seorang pendakwah telah mengedepankan prinsip tersebut, maka dakwah-dakwahnya tentu adalah nasihat-nasihat yang mendamaikan, meneduhkan, dan mempererat persatuan. Sebab, nasihat-nasihatnya lahir atau dilandasi pemahaman yang matang tentang prinsip-prinsip Islam wasathiyah yang moderat, terbuka, toleran, dan berkeadaban.

            Dakwah wasathiyah adalah jalan untuk menciptakan umat yang saling mengormati, damai, bersatu, dan harmonis. Dakwah wasathiyah adalah dakwah yang bisa melindungi kita dari radikaisme agama dan paham khilafah. Wallahu a’lam 

ARTIKEL TERKAIT

Menag : Jangan Pilih Pemimpin Yang Menunggangi Agama Sebagai Kepentingan Politik

Mengingat pemilu yang diporak-porandakan dengan politisasi agama pada 2017 dan 2019 yang lalu, maka, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas mengingatkan kepada masyarakat...

Mustahil Para Habaib Itu Bernasab Kepada Nabi Muhammad SAW

Penulis: KH Imaduddin Utsman al-Bantani Para habib mengaku sebagai keturunan Nabi Muhammad Saw melalui jalur...

Peredam Paham Khilafah Melalui Dakwah Wasathiyah

            Satu faktor penting dalam merawat persatuan bangsa adalah dengan mengedepankan prinsip keberagamaan Islam moderat atau wasathiyah. Yakni...

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Most Popular

Menag : Jangan Pilih Pemimpin Yang Menunggangi Agama Sebagai Kepentingan Politik

Mengingat pemilu yang diporak-porandakan dengan politisasi agama pada 2017 dan 2019 yang lalu, maka, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas mengingatkan kepada masyarakat...

Mustahil Para Habaib Itu Bernasab Kepada Nabi Muhammad SAW

Penulis: KH Imaduddin Utsman al-Bantani Para habib mengaku sebagai keturunan Nabi Muhammad Saw melalui jalur...

Peredam Paham Khilafah Melalui Dakwah Wasathiyah

            Satu faktor penting dalam merawat persatuan bangsa adalah dengan mengedepankan prinsip keberagamaan Islam moderat atau wasathiyah. Yakni...

BEM PTNU Gelar Aksi Di Depan Kantor BUMN, Berikut Sejumlah Tuntutannya!

Jakarta - Badan Eksekutif Mahasiswa PTNU SeNusantara melakukan aksi unjuk rasa di depan kantor Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Buntut Penangkapan...

Recent Comments