Minggu, Mei 19, 2024
Beranda Rubrik Tafsir Gagasan Ekstremisme Sayyid Qutb: Tafsir Sosial-Politik atas Al-Qur’an

Gagasan Ekstremisme Sayyid Qutb: Tafsir Sosial-Politik atas Al-Qur’an

Rohmatul Izad Dosen Filsafat IAIN Ponorogo.

Pada prinsipnya, tafsir sosial-politik sebagai sebuah pendekatan dalam studi al-Qur’an baru muncul di era modern. Corak tafsir ini seperti menemukan momentumnya ketika dunia modern dan ilmu pengetahuan mulai mengalami kemapanan. Memang, tidak bisa dipungkiri bahwa corak tafsir sosial-politik sudah ada sejak zaman Nabi, namun jenis penafsiran itu masih sebatas pemahaman atas teks-teks tertentu dan belum menjadi semacam metodologi untuk menafsirkan al-Qur’an secara mendalam.

Perlu ditekankan di sini bahwa salah satu faktor penting munculnya gagasan ekstremisme dan corak keberislaman yang kaku adalah berawal dari pemahaman terhadap al-Qur’an yang secara khusus mengacu pada tafsir sosial-politik. Pendekatan ini, lebih banyak mengedepankan sisi doktrinal-normatif daripada sisi objektif-ilmiah. Dengan kata lain, penafsiran sosial-politik atas al-Qur’an, bila tidak dilakukan secara hati-hati dan mendalam, akan berujung pada paham ekstremis dan dalam bentuknya yang paling tidak mengenakkan bisa bermuara pada terorisme.

Salah satu tokoh yang akan dikaji dalam tulisan ini adalah Sayyid Qutb, seorang sarjana Mesir yang telah mengembangkan tafsir sosial-politik atas al-Qur’an (1966). Beliau adalah seorang pemimpin Ikhwanul Muslimin, salah satu gerakan politik Islam pada abad ke-20. Dia dieksekusi mati pada tahun 1966 oleh Pemerintah Mesir. Meski demikian, Qutb masih tetap menjadi sumber inspirasi utama bagi mereka yang mencari hubungan lebih dekat antara Islam dan negara.

Malahan, banyak pengamat beranggapan bahwa Qutb adalah pelopor lahirnya ekstremisme Islam di era modern. Anggapan ini, hemat saya, tidak terlalu berlebih-lebihan. Sebab, banyak kelompok ekstremis di Timur Tengah yang aspirasi Islam-politiknya terinspirasi langsung oleh Qutb. Kelompok-kelompok itu sudah menjadi bagian dari gerakan Islam transnasional seperti Ikhwanul Muslimin, Jama’ah Islami, al-Qaeda, dan masih banyak lagi.

Boleh dibilang, pendekatan Qutb dalam menafsirkan al-Qur’an sangat bersifat politis dan banyak sikapnya yang dianggap kontroversial. Di antara argumennya dia mengatakan bahwa banyak aspek dalam masyarakat modern, termasuk masyarakat muslim itu sendiri, adalah jahili (mirip dengan ‘kebodohan’ pra-Islam: keadaan Arab sebelum munculnya Islam pada abad ke-7 M). dia juga tanpa kompromi berargumen bahwa Islam harus menjadi pemandu dan menjadi kekuatan politik dominan di suatu negara yang mayoritas populasinya warga muslim.

Dalam penafsirannya terhadap salah satu surat al-Qur’an paling awal ‘Katakanlah, hai “Orang-orang kafir: aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah, kamu bukan penyembah apa yang aku sembah, dan aku tidak akan menjadi penyembah apa yang kamu sembah, dan kamu tidak pernah menjadi penyembah apa yang aku sembah: untukmu agamamu dan untukku agamaku” (al-Qur’an, 109: 1-5).

Terkait dengan ayat di atas, Qutb mengatakan dalam karyanya Fi Dhilal al-Qur’an, “Kebodohan tidak lain adalah kebodohan itu sendiri dan Islam sama sekali berbeda dengan itu. Satu-satunya cara untuk menjembatani jurang antara keduanya adalah kebodohan tersebut harus menghapus diri sepenuhnya dan menggantinya dengan semua hukum, nilai-nilai, standar, dan konsep Islam”.

Maksud dari kata ‘kebodohan’ di atas tak lain adalah merujuk pada terma orang-orang kafir. Mereka semua harus dibumihanguskan dari dunia ini bagaimana pun caranya. Bila tak bisa dilakukan dengan cara-cara yang lembut, maka tak ada cara lain kecuali dengan kekerasan. Artinya, Qutb ingin merubah semua tananan kehidupan dengan hukum Islam. Sehingga bila Islam sudah berkuasa di bumi ini dengan semua hukum-hukumnya, maka akan sangat mudah menumpas kebodohan itu.

Lebih lanjut Qutb mengatakan, “langkah pertama yang harus diambil oleh orang yang berdakwah pada orang-orang untuk memeluk Islam adalah untuk memisahkan diri dari kebodohannya…perjanjian atau hubungan apapun antara dia dan kebodohan benar-benar tidak mungkin kecuali orang-orang yang bodoh tersebut memeluk Islam dengan benar. Tidak dibolehkan adanya pembauran, tidak pula setengah-setengah atau berdamai”.

Pada titik ini, Qutb seakan telah menutup kemungkinan apapun bagi seorang non mulim untuk bernegosiasi atau sekedar hidup berdampingan. Bagi Qutb, muslim dan non muslim tidak boleh berdampingan, apalagi berdamai. Hal itu justru akan merendahkan umat Islam. Dengan kata lain, tatanan sosial-politik Islam tidak mengenal aturan-aturan bagi non muslim. Tentu saja, jenis penafsiran ini sudah sangat fatal, dan hampir tidak mungkin diterapkan di Indonesia, sebuah negara yang majemuk dan penuh perbedaan.

Dalam pandangan Qurb, ketika non muslim atau masyarakat jahili tidak mau diajak masuk Islam, maka umat Islam harus menarik diri sepenuhnya dari kehidupan masyarakat non muslim. Tidak hanya itu, mereka juga boleh diperangi lantaran masyarakat jahili ini berpotensi menganggu kehidupan umat Islam. bagi Qutb, masyarakat jahili yang tersebar di seluruh dunia, baik di Timur maupun di Barat, baik berpaham sekuler maupun komunis, adalah musuh yang nyata. Wajib hukumnya bagi umat Islam untuk memerangi mereka.

Cara pandangn semacam ini, tidak bisa tidak, pasti akan menjerumuskan umat Islam pada jurang ekstremisme, bahkan ujung-ujungnya akan menjadi semacam gerakan teroris. Sudah terbukti, banyak gerakan-gerakan ekstremis yang terinspirasi oleh gagasannya. Qutb sudah menjadi acuan bagi gerakan keislaman yang ingin mengusuh khilafah dan tatanan baru yang disebut ‘negara Islam’.

ARTIKEL TERKAIT

Menag : Jangan Pilih Pemimpin Yang Menunggangi Agama Sebagai Kepentingan Politik

Mengingat pemilu yang diporak-porandakan dengan politisasi agama pada 2017 dan 2019 yang lalu, maka, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas mengingatkan kepada masyarakat...

Mustahil Para Habaib Itu Bernasab Kepada Nabi Muhammad SAW

Penulis: KH Imaduddin Utsman al-Bantani Para habib mengaku sebagai keturunan Nabi Muhammad Saw melalui jalur...

Peredam Paham Khilafah Melalui Dakwah Wasathiyah

            Satu faktor penting dalam merawat persatuan bangsa adalah dengan mengedepankan prinsip keberagamaan Islam moderat atau wasathiyah. Yakni...

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Most Popular

Menag : Jangan Pilih Pemimpin Yang Menunggangi Agama Sebagai Kepentingan Politik

Mengingat pemilu yang diporak-porandakan dengan politisasi agama pada 2017 dan 2019 yang lalu, maka, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas mengingatkan kepada masyarakat...

Mustahil Para Habaib Itu Bernasab Kepada Nabi Muhammad SAW

Penulis: KH Imaduddin Utsman al-Bantani Para habib mengaku sebagai keturunan Nabi Muhammad Saw melalui jalur...

Peredam Paham Khilafah Melalui Dakwah Wasathiyah

            Satu faktor penting dalam merawat persatuan bangsa adalah dengan mengedepankan prinsip keberagamaan Islam moderat atau wasathiyah. Yakni...

BEM PTNU Gelar Aksi Di Depan Kantor BUMN, Berikut Sejumlah Tuntutannya!

Jakarta - Badan Eksekutif Mahasiswa PTNU SeNusantara melakukan aksi unjuk rasa di depan kantor Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Buntut Penangkapan...

Recent Comments